Senin, 21 Oktober 2019

Resensi Novel Si Anak Badai

1. Identitas Buku   
Judul                     : Si Anak Badai
    Penulis                  : Tere Liye (Darwis)
    Penyunting            : Ahmad Rivai
    Nama Penerbit      : Republika Penerbit
    Kota Terbit            : Jakarta
    Bahasa                   : Indonesia
    Tebal                     : 322 halaman+ i-iv
    Ukuran Buku        : 13,5 cm x 20,5 cm
    ISBN                     : 978-602-5734-93-9
    Tanggal Terbit       : Agustus 2019
    Genre                    : Fiksi (Novel)
    Harga                    : Rp 77. 000,-
    Warna Cover          : Coklat keras, coklat lunak, putih, orange
Jenis Cover            : Soft Cover                           

2. Ikhtisar atau Sinopsis Novel

Novel ini berjudul “Si Anak Badai” merupakan sebutan geng yang di beri nama oleh seorang tokoh aku yang bernama Zaenal bersama temannya yang berumur 11-12 tahun dan mereka duduk di kelas VI SD. Asul asul pemberian nama geng ini di dapatkan ketika tindakan yang diberikan saat kapal yang membawanya beserta teman dan orang-orang kampung dilanda badai besar  serta mengancam keselamatan seluruh penumpang kapal yang melaut mencari ikan sebagai mata pencahariannya. Zaenal bersama tiga orang temannya yang bernama Malim, Ode dan Awang ini tinggal di sebuah dermaga Kampung Manoa, seluruh rumah warga disini berada diatas air. Kokoh berdiri dengan tiang-tiang yang tertanam di dasar muara. Bukan hanya rumah, tapi masjid, sekolah juga diatas air, penghubung antar rumahnya berupa jembatan dari papan ulin selebar satu setengah meter. Mereka tumbuh dan berkembang ditemani suara aliran sungai, riak permukaan muara dan deru ombak lautan.
Tekad mereka sebesar badai, pantang menyerah dan berani dalam mempertahankan apa yang menjadi hak milik mereka. Ketika kegagalan melanda, mereka terus bangkit, bangkit dan mencoba lagi. Selain itu diantara mereka juga tidak terlepas dari suka dan duka dalam sebuah persahabatan yang terjalin. Tak hanya senang saja yang ditemukan, tetapi pertengkaran kerap terjadi di antara mereka, saling meledak, saling peduli menjadikan persahabatan meraka terjalin sangat indah. Selain itu kecerdasan, solidaritas dan kerjasama tim di Geng Si Anak Badai dalam menghadapi tekanan dan persoalan hidup mereka. Berikut kisah mereka.
Berawal dari mimpi tokoh aku bersama adiknya Fattah dengan seorang bajak laut yang kejam dengan tubuh gepal, tidak terlalu tinggi serta perut membusung dan krunya yang berusaha mencari kampung Manowa untuk dihancurkan. Kemudian terbangun dari mimpi  setelah dipermainkan sahabatnya Malim, Ode dan Awang. Mereka memang seperti itu, hari-hari mereka dihabiskan dengan berpetualang seru dengan menunggu kapal-kapal dari Laut ke Hulu dengan maksud mengumpulkan koin-koin yang dilemparkan penumpang kapal kepada mereka dengan sebutan Manowa, Pak Bos, Juragan, Pak Haji dan lain-lain.
Begitulah kegiatan mereka sembari mengisi hari Minggu dengan menunggu kapal berhenti di Muara Manowa terutama kapal kesukaannya Lembayung Senja. Biasanya kapal ini paling banyak melempar koin. Mereka berlomba mengumpulkan koin kemudian menghitung koin dan menentukan siapa yang paling banyak, bagi mereka yang mendapatkan paling sedikit akan diejek. Setelah melakukan kegiatan rutin mingguan, Zaenal membantu mamaknya bersama Fattah mengukur baju Pak Kapten dan mencatatnya di buku catatan, mereka tampak menolak tawaran tapi mamaknya tetap memaksa, alhasil mereka cemas dan gugup mengukur baju Pak Kapten dirumahnya yang terkenal dengan pemarahnya. Setelah itu ternyata mereka juga bertemu Wak Sadik untuk mengukur bajunya serta baju Wak Minah, namun Wak Minah tidak ada sehingga terpaksa mengambil contoh baju kebayanya.
Saat di sekolah Zeanal bersama Awang melihat Mutia menangis di ruang kelas satu karena kehilangan ballpoint pemberian Wak Buyung, kemudian Awang memberikan bantuan untuk mengambil kembali ballpoint yang hanyut di muara sungai ketika akan pulang sekolah. Proses pengambilan ballpoint yang hilang dalam air dilakukan oleh Awang dan dibantu oleh Zaenal sampai ballpoint berwarna keperakan bertuliskan Adnan Buyung berhasil ditemukan.
Di rumah Mamak menyuruh Zaenal dan Fattah kembali mengkur baju Wak Sadik karena ada kesalahan dalam mengukur baju. Mamak menyuruh Za dan Fattah bertanggung jawab untuk mengukur kembali ukuran baju Wak Sadik dirumahnya. Dirumahnya hanya ada Wak Minah, Pak sadik sedang di kecamatan untuk rapat, sehingga terpaksa Zaenal dan adik pergi ke kecamatan sebagai bentuk tanggung jawabnya, sampai akhirnya mereka memperoleh ukuran baju Wak Sadik dengan berbagai cara.
Seperti biasa setelah maghrib Zeanal dan sahabatnya mengaji dengan Guru Rudi tidak jauh dari jembatan menuju masjid. Setelah mengaji Ode bertanya kepada guru kenapa rezeki setiap orang berbeda-beda kemudian Guru Rudi berbalik bertanya kenapa Nuh membuat kapal. Jawaban mereka bervariasi, namun jawaban Guru Rudi hanya Allah yang tahu. Banyak di dunia ini yang kita tidak tahu jawaban pasti, kita hanya bisa menerka jawabannya, mungkin Allah menguji kita dengan kekurangan barangkali itu supaya kita bersyukur terhadap nikmat, jawab Guru Rudi.
Sesampai di sekolahpun Ode menanyakan kepada Bu Rum perihal tangkapan ikan tiap orang berbeda-beda, jawaban Bu Rum mungkin alatnya lebih baik, pengalaman dan keterampilan. Kemudian setelah pulang sekolah Mamak menyuruh Zaenal dan Fattah mengantar pakaian Pak Kapten dan Wak Minah, setelah memberikan Pakaian Pak Kapten, Rahma memanggil Zaenal dan Fattah karena ada kesalahan, bungkusan Pak Kapten tertukar dengan Wak Minah. Hal ini menyebabkan Pak Kapten marah, sesampai dirumah Fattah dan Za jengkel kepada mamak, ternyata mamak juga bisa keliru.
Pada hari Minggu Bapak menyuruh Zaenal dan Fattah pagi-pagi ke kantor kecamatan karena kedatangan tamu, beberapa jam kemudian tamu datang, Zaenal teringat dengan bajak laut dimimpinya, namanya ternyata Pak Alexander. Kedatangan Pak Alex ternyata akan berencana membangun pelabuhan di Kampung Manowa, namun berakhir ricuh dari penolakan warga kampung terutama Pak Kapten.
Seperti biasa setiap subuh, warga kampung Manowa shalat subuh berjamaah, kemudian terdengar dentuman keras, ternyata itu jembatan penghubung masjid yang roboh, maka warga berinisiatif membangin jembatan darurat dari bambu dan beberapa potong kayu. Berkat gotong royong warga kampung, akhirnya jembatan darurat selesai sebelum maghrib.
Minggu hari ini Zaenal dan teman-teman kembali ke bale memperebutkan koin yang dilempar penumpang yang berhenti di muara. Kali ini mereka berlomba-lomba siapa yang sampai ke permukaan. Ketika mereka melihat kapal melintas, langsung bersiap-siap mengambil posisi. Perlombaan kali ini dimenangkan oleh Malim, pemenang kedua itu Ode dan pemenang ketiga Zaenal, dan nomor empat tidak dianggap.
Hari selanjutnya Zaenal dan Fattah disuruh Mamak mengukur baju-baju ibu grup rebana sebanyak enam belas orang yang dipimpin oleh Wak Minah. Ini merupakan pekerjaan yang berat bagi mereka, tidak lupa Mamak mengingatkan agar ukurannya tidak salah. Di kampung Muara akan kedatangan tamu, maka sudah tradisi ibu-ibu kampung dalam memakai rebana, riuh kampung tidak henti-hentinya dalam latihan rebana demi acara tersebut.
Mamak mulai menjahit pakaian ibu-ibu rebana dalam kurung waktu dua minggu, itu bukan hal perkara yang mudah. Mamak mengerjakan itu semua dari pagi sampai larut malam seperti itu setiap hari, ditambah lagi pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga. Saking sibuknya Mamak lupa makan, masak seadanya sehingga anak-anaknya protes, namun bapak selalu pengertian dan berjiwa besar terhadap keluarganya. Bapak mengatakan makanan ini akan lezat kalau kita bayangkan perjuangan Mamak yang sibuk dengan menjahit ditambah lagi tugas rumah yang harus ia dikerjakan. Mendengar pernyataan Bapak, Mamak meminta maaf kalau selama menjahit pakaian rebana kurang perhatian terhadap keluarga, Mamak berjanji kalau pakaian ini selesai dia akan mengajak Zaenal dan adik-adik ke Pasar Terapung dan makan sepuasnya. Pernyataan Mamak ini membuat mereka terharu dan mata berkaca-kaca, ternyata Mamak sangat sayang keluarganya.
Sekarang tibalah saatnya Camat Tiong membujuk Pak Kapten untuk mengizinkan pembangunan pelabuhan sebelum acara dengan Utusan Gubernur dimulai. Alhasil keputusan Pak Kapten pada pendiriannya tetap bersikukuh untuk tidak mengizinkan. Malahan Pak Kapten bercerita tentang batu karang dan kisah cuci piring yang mana inti kisahnya Pak Kapten meminta untuk mendengarkannya agar membatalkan pembuatan pelabuhan. Ketika acara penyambutan Utusan Gubernur dimulai, Utusan Gubernur mengabaikan penyambautan tersebut dan memilih melihat kondisi kampung Manowa seperti sekolah, masjid, wc,  jembatan dan rumah warga, semuanya itu tidak layak seperti halnya kandang kambing, setelah dilakukan penyelidikan oleh Utusan Gubernur dan pengawalnya. Keputusannya dari Utusan Gubernur warga kampung, rumah, masjid, sekolah akan dipindahkan ke tempat yang lebih layak, namun warga Kampung Manowa menolak dipindahkan sampai terjadi keributan dan ketegangan sehingga membuat Utusan Gubernur dan pengawal pergi dengan kapal Yachtnya.
Hari selanjutnya Zaenal dan teman-teman memutuskan untuk pergi memancing di sungai pada Malam hari, kebetulan besok itu libur. Setela sampai disuatu tempat memancing, mereka mulai memancing dan berlomba mendapatkan ikan terbanyak. Ternyata Malim memang handal dalam memancing terbukti dengan banyaknya tangkapan ikan. Hari sudah larut malam, mereka memutuskan untuk tidur di tepi sungai, keesokan harinya mereka kesiang dan setelah bagun mereka melihat tidak melihat Malim, ternyata Malim sudah duluan pulang sehingga mereka jengkel.
Hasil tangkapan ikan dijual di Pasar Terapung, mereka melihat Malim sudah berjualan ikan disana. Ditambah lagi Mamak dan Thiyah kebetulan juga di pasar. Mamak memutuskan untuk menyuruh Zaenal membeli ubi jalar 5 kg. Saat mencari penjual ubi jalar, terdengar suara pencuri yang mengambil tas Kak Ros, bergegas Zaenal dan warga Pasar Terapung mengejar pelaku, setelah tertangkap ternyata pelaku bukan pencuri karena Tas Kak Ros tidak dicuri namun ketinggalan di perahu seorang penjual sayur.
Masalah kembali muncul dengan berhentinya Malim bersekolah karena berniat mencari uang. Dia mengatakan sekolah itu tidak ada gunanya, seperti warga kampungnya tidak ada yang sukses karena sekolah. Hari demi hari Malim tetap tidak masuk sekolah, Zaenal dan teman-teman sudah berusaha berkali-kali membujuknya untuk sekolah sebagai pertanda bahwa mereka peduli dan setia kawan, namun hasilnya nihil, Malim tetap tidak mau sekolah kembali. Pernah suatu ketika ketika Malim berenang untuk mendapatkan koin pada penumpang kapal, Malim tenggelam karena kelelahan setiap hari mencari uang, sahabatnya berusaha menolongnya dan menyelamatkannya, hingga peristiwa ini membuat Malim tersadar betapa pentingnya sekolah itu.
Setelah beberapa hari, ternyata penolakan pembuatan pelabuhan di Kampung Manowa tetap berlanjut, apalagi pejabat ibukota provinsi sudah memutuskan pembangunan pelabuhan tidak lama lagi akan dilaksanakan. Maka hal ini yang membuat Pak Kapten memutuskan untuk mengumpulkan warga menonton dengan layar tancap, supaya warga menolak segala bentuk pembangunan pelabuhan setelah menonton film ini. Warga menonton film yang ditayangkan penuh suram dan senyam dengan usapan air mata.
Kabar pemutaran film layar tancap berbuntut panjang, kabarnya sampai ke ibukota provinsi. Film itu dianggap memprovokasi penduduk kampung. Maka mereka berusaha mencari cara untuk menyingkirkan Wak Sadik dengan tuduhan terlibat dalam meledaknya kapal Maju Sejahtera. Seminggu berselang masalah Pak Kapten menjadi jelas, bahwa Pak Kapten mendalangi pembakaran kapal karena memiliki utang-piutang dengan pemilik kapal. Pernyataan ini dibenarkan oleh pemilik kapal dan saksi yang sudah mereka bayar.
Hari berikutnya kehidupan tetap berlanjut meskipun sedang sedih, Paman Deham mengajak Zaenal dan teman-teman memancing cakalang. Mereka setuju ikut dan pergi setelah isya. Perjalanan menuju lokasi membutuhkan waktu tidak kurang dari delapan jam. Keesokan harinya mereka mulai memancing dan mendapatkan cakalang yang banyak. Kemudian cuaca cepat sekali berubah, semua kesenangan memancing cekalang lenyap seketika, kemudian cuaca buruk terjadi, Pak Deham dan kru kapal berusaha mengendalikan kapal. Zaenal dan teman-teman disuruh masuk ke kabin kapal. Badai semakin kuat, membuat tubuh Malim tanpa kendali meluncur ke sisi kiri. Mereka berusaha berpegang namun badai dan petir menyambar kuat, hal ini membuat tubuh Ode meluncur keluar  tak tertahankan. Sedetik kemudian Zaenal dan Ode terpelanting keluar, meskipun Zaenal dan Ode sempat berpegangan namun terlepas lantaran kapal miring. Zaenal berusaha menyelamatkan Ode sampai akhirnya mereka bisa selamat setelah berdebam ditumpukan ikan serta mereka jatuh pingsan. Sejak hari itu dengan perjuangan mereka, sehingga menamai gengnya “Si Anak Badai” yang tangguh.
Seminggu kemudian Pak Alex si bajak laut kembali sebagai pertanda pembangunan pelabuhan dimulai. Selang beberapa hari pembangunan dimulai yang dipimpin oleh Pak Mustar  dan pekerjanya, mereka sudah mulai membawa buldoser dan ekskavator, namun aktivitas warga kampung masih seperti biasa. Tonggak-tonggak mulai ditancapkan dan buldoser pertama diturunkan, tiba-tiba tanahnya turun membuat buldosernya terjun ke sungai. Pak Mustar menganalisis kajian struktur tanahnya, ternyata memang ada yang tidak beres.
Setelah dilakukan penyelidikan, hasil kajian struktur tanahnya palsu dan Pak Mustar bungkam mengingat ratusan pekerja yang butuh pekerjaan serta banyak menutupi banyak fakta dokumen kajian aslinya. Kabar baiknya dokumen yang asli secepatnya akan dimiliki oleh Pak Mustar. Zaenal dan sahabatnya berencana mencuri dokumen yang aslinya tetapi mereka ketahuan mencuri, mereka memutuskan untuk kabur. Setelah sekian lama proyek berlangsung, terdengar kabar bahwa sekolah mereka akan segera dirobohkan. Isu itu memang terjadi, mereka pasrah tidak bisa melawan karena ada tukang pukul Pak Alex, tak lama kemudian sekolah mereka rata dengan tanah.
Kabar Pak Kapten divonis sudah tiba setelah Wak Buyung sudah kehabisan cara membebaskannya, Pak Kapten tidak memiliki bukti. Mendengar kabar ini Zaenal dan sahabat mengatur siasat cerdas seperti halnya api dibalas dengan air bukan api dengan api tujuannya untuk mengambil bukti dokumen asli tersebut. Mereka berpura-pura memancing untuk menggelabui Tukang Pukul, sehingga pada suatu Malam mereka berhasil menyelinap ke kapal untuk mendengarkan percakapan antara Pak Alex, Camat Tiong, Pak Mustar serta Utusan gubernur. Tidak lupa Zaenal yang cerdas membawa kamera yang dipinjam ke Mutia kemudian merekam percakapan mereka sebagai barang bukti. Bukti rekaman kemudian mereka bawa untuk menyelamatkan Pak Kapten dan Kampung Manowa dari proyek pembangunan pelabuhan. Akhirnya Pak Kapten bebas, serta oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab seperti Pak Alex, Utusan Gubernur menjadi tersangka korupsi dalam kasus pembangunan pelabuhan. Berkat kerja keras, kerjasama, solidaritas, cerdas mengatur siasat, perjuangan dan kesabaran Zaenal dan sahabatnya, Kampung Manowa menjadi terselamatkan. 

3.      Kepengarangan 
Tere Liye merupakan nama penulis novel Indonesia. Tere Liye lahir di Lahat, 21 Mei 1979 dengan nama aslinya Darwis. Ia merupakan anak dari seorang petani biasa yang tumbuh dewasa di pedalaman Sumatera. Tere Liye merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara. Kehidupan masa kecilnya penuh dengan kesederhanaan yang membuatnya tetap sederhana hingga kini. Sosok Tere Liye terlihat tidak banyak gaya dan tetap rendah hati dalam menjalani kehidupannya.
Tere liye menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan. Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 2 Kikim, Sumatera Selatan. Setelah itu pendidikan menengah atasnya di SMAN 9 Bandar Lampung. Setelah lulus SMA, ia melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Indonesia di Fakultas Ekonomi.
Tere Liye menikah dengan Riski Amelia dan dari pernikahannya tersebut mereka dikaruniai dua orang anak yaitu Abdullah Pasai dan Faizah Azkia. Penulis yang satu ini memang berbeda dari kebanyakan penulis yang sudah ada. Biasanya setiap penulis akan memasang foto, nomor kontak yang bisa dihubungi atau riwayat hidup singkat di bagian belakang setiap karyanya. Meskipun setiap karya yang dihasilkan laku di pasaran dan menjadi best seller, namun Tere Liye seperti menghindari dan menutupi kehidupannya. Kalau penulis lain biasanya banyak menerima panggilan acara baik itu berupa seminar tentang tips-tips menulis, bedah buku, workshop, atau kegiatan lainnya terkait dunia tulis menulis, tapi tidak dengan Tere Liye.
Saat ini ia diketahui bekerja sebagai karyawan kantoran dan berprofesi sebagai akuntan. Dengan tampilan khas yang sering menggunakan kupluk dan baju kasual. Nama Tere Liye berasal dari bahasa India yang berarti untukmu. Tere liye memang sangat piawai dalam menciptakan kalimat atau kata-kata romantis, penuh cinta, dan juga menyentuh hati. Bahkan tak jarang kata-kata yang diciptakannya tersebut dijadikan daily quotes oleh banyak orang, khususnya oleh para penggemar buku-bukunya.
Beberapa novel dan karya yang telah ia tulis ceritanya memang sangat menyentuh hati, karya atau judul novel yang telah ia tulis diantaranya adalah sebagai berikut:

Tahun
Judul Karya
2005
Hafalan Shalat Delisa
Moga Bunda Disayang Allah
Mimpi Si Patah Hati
2006
The Gagon Series
Cintaku antara Jakarta dan Kuala Lumpur
2007
Kisah Sang Penandai
2008
Sunset Bersama Rosie
Bidadari-bidadari Surga
2009
Burlian
Rembulan Tenggelam di Wajahmu
2010
Pukat
Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
2011
Eliana
2012
Negeri Para Bedebah
Aku, Kau dan Sepucuk Angpau Merah
2013
Amelia
Negeri di Ujung Tanduk
2014
Bumi
Rindu
2015
Bulan
Pulang
2016
Matahari
Hujan
#AboutLove
Tentang Kamu
2017
Bintang
#AboutFriend
2018
Komet
Ceros dan Batozar
Pergi
Si Anak Kuat
Si Anak Pemberani
Si Anak Pintar
Si Anak Spesial
Dia Adalah Kakakku
2019
Si Anak Badai

4. Kelemahan dan Kelebihan Novel

 a.       Kelemahan Novel
  1. Prolog pada awal novel tidak ada, seharusnya ada prolognya di awal cerita. 
  2. Bagian ucapan terima kasih tidak ada, sebaiknya ada di awal novel sebagai bentuk terimakasih kepada pihak yang terlibat dalam pembuatan dan penyusunan novel 
  3. Bagian kata pengantar juga tidak ada, sebaiknya ada sebagai bentuk rasa syukur serta ucapan untuk memberikan kesempatan kepada pembaca menganalisis kelebihan dan kekuranga yang dapat dijadikan pedoman untuk membuat novel kedepannya. 
  4. Bagian profil penulis juga tidak ada, sebaiknya ada supaya pembaca mengetahui biografi dan karya-karya apa saja yang telah dihasilkan penulis yang dapat dijadikan pelajaran bagi pembaca. Bagaimanapun  syarat dalam buku fiksi maupun non fiksi harus mencantumkan biografi penulis.
  5. Di dalam novel ini, penulis seharusnya lebih mengeksekusi secara mendalam mengenai latar tempat pada novel yaitu di suatu pemukiman penduduk di dermaga pantai, kemudian penulis juga menggambarkan dimana daerah tersebut sebenarnya di dunia nyata dilihat dari segi budaya, sosial, ekonomi, ditambah lagi novel ini memiliki ciri khas dan kental bahasa daerah sehingga sulit dipahami oleh pembaca.
  6. Bagian istilah-istilah seperti poya-poya sebaiknya ditulis di catatan kaki. 
  7. Banyak tokoh-tokoh  cerita yang hanya sekedar menyisipkan nama, tidak ada peran apapun dalam cerita, sebaiknya tokoh-tokoh tersebut tidak perlu disebutkan. 
  8. Banyak bahasa yang tidak baku pada cerita seperti manggut-manggut halaman 50, lengang halaman 66 seharusnya sepi, bersungut-sungut halaman 71, terbirit-birit halaman 75, cekikikan halaman 77, menyeringangi halaman 78, menyangsingkan halaman 79, mendengus halaman 81, dipan; ditanak; telonjak; cengengesan halaman 89, gerutuan halaman 90, terhuyung halaman 91, uring-uringan halaman 96, mengkeret halaman 97, manggut-manggut halaman 98, kepalang halaman 101, jemawa halaman 106, ngotot halaman 113, masygul halaman 119, lamat-lamat halaman 123, menyikut halaman 129, nan mendebarkan halaman 137, berkelakar halaman 181, menjawilku halaman 225, semburat halaman 233, berderap-deraplah suara langkah halaman 280 dan aku tercenung halaman 294. Seharusnya dalam kalimat tidak langsung harus menggunakan bahasa baku dan kalimat langsung baru bisa menggunakan bahasa tidak baku. 
  9. Di dalam novel ini menjelaskan penumpang kapal melempar koin, pembaca tidak mengetahui tujuan pelemparan koin tersebut. 
  10. Di bagian cerita novel, nama mamak ini masih rancu apakah untuk panggilan Ibu atau saudara laki-laki orang tua, biasanya panggilan mamak biasanya saudara panggilan saudara laki-laki orang tua, ternyata di cerita ini mamak adalah panggilan untuk perempuan dengan nama Fatma. 
  11. Bagian yang kurang logis pada novel  adalah pada awalnya berada di warung Kak Ros, tiba-tiba sudah sampai dirumah Mamak pada halaman 110 “aku tertawa, menarik tangan Ode, kembali menuju warung Kak Ros. Itu baru di sekolah, lain lagi pengaruh grup rebana di rumah. Duduklah kalian mamak menyuruh”. 
  12. Di dalam novel kurang logis, sungai bisa dalamnya belasan meter, apakah itu sungai, danau atau laut? 
  13. Di awal pertemuan ke Kampung Muara Manowa halaman 83 Pak Alex terkenal baik, tiba-tiba pada halaman 251 tiba-tiba Pak Alex sangat kejam, kenapa hal itu terjadi tidak ada penjelasannya sikapnya langsung berubah. 
  14. Eksekusi klimaks dari masalah masih kurang tajam sehingga pembaca ragu, apakah klimaksnya saat Pak Kapten terlibat masalah pembakaran kapal karena motif terlilit hutang, atau saat hujan badai di samudra luas, atau saat sekolah Kampung Muara Manowa dirobohkan  atau saat perjuangan dalam mencari bukti bahwa Pak Kapten dan bukti dokumen asli kajian struktur tanah Kampung Muara Manowa. 
  15. Kesalahan dalam penulisan no bab 25 halaman 303, seharusnya no bab 26 bukti tak terbantahkan.
b.      Kelebihan Novel
  1. Tampilan cover secara keseluruhan dan layout isi novel memiliki tampilan yang bagus, menarik dan senang untuk dibaca, pembaca suka dengan nuansa coklat, apalagi penerbit juga melakukan vote pemilihan cover pada akun instagramnya, tentu pilihan ini yang paling representatif dan terbaik. 
  2. Novel ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami, meskipun ada penggunaan bahasadaerah yang tidak dipahami, namun pembaca bisa merespon apa yang dimaksud cerita karena dikemas begitu apik sehingga pembaca memahami alur cerita yang dipaparkan. 
  3. Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur maju, sehingga pembaca begitu menikmati jalan cerita seperti air mengalir. 
  4. Novel ini membius pembaca seolah-olah berada dalam alur cerita itu sendiri karena begitu nyata dalam kehidupan pembaca.
  5. Novel ini cocok di baca oleh semua kalangan atau umur terutama anak-anak karena  novel ini serial anak-anak serta memiliki banyak pesan moral atau amanat yang sangat pantas dijadikan pelajaran bagi seorang anak dalam hidup dan masa depan.
  6. Novel ini benar-benar mengingatkan pembaca akan kehidupan masa anak-anak yang penuh dengan kesederhanaan tanpa pengaruh teknologi yang semakin canggih seperti sekarang.
  7. Novel ini benar-benar menggoyang emosi pembaca antara senang, sedih, kager, jengkel, kecewa semuanya bercampur jadi satu.
  8. Pembaca benar-benar penasaran tujuan Zaenal membawa bungkusan plastik, ternyata iu siasat Zeanal untuk merekam percakapan Pak Alek, Camat Tiong dan Utusan Gubernur dengan menggunakan tape recorder Mutia sebagai barang bukti membebaskan Pak Kapten serta Membatalkan pembangunan pelabuhan.
  9. Keunggulan lebih dari novel ini memiliki amanat dan pesan moral yang dapat dijadikan hikmah dan pelajaran hidup dalam berkeluarga, persahabatan, bertetangga, bermasyarakat seperti semangat juang “Si Anak Badai” tanpa kenal kata lelah, penuh tekad dan keberanian mempertahankan apa yang menjadi miliki mereka, belajar untuk berjuang dan memecahkan masalah yang kita hadapi, manusia mendapat ujian bukan karena dia telah berbuat kesalahan namun ujian itu kadang menguatkan kita, bijaksana dan berjiwa besar dalam mendidik anak, kecerdasan dan kerjasa sama geng “Si Anak Badai” dalam menghadapi persoalan hidup dengan gigih dan semangat perjuangannya, betapa pentingnya sekolah dalam mencapai cita-cita dan kehidupan yang lebih baik, belajar dari kesalahan dan memaafkan, kejahatan dibalas dengan kebaikan, setia kawan, patuh terhadap orang tua, belajar bertanggung jawab, bersyukur terhadap rezki yang diberikan Allah, rajin menabung, rezki Allah yang mengatur dan tidak akan tertukar, merangsang berpikir kritis siswa dengan membiarkan berdiskusi, manusia hanya bisa berusaha; berdoa dan bertawakal; hasil Allah yang menentukan,  cinta sampai maut yang memisahkan dan lain-lain.
5. Unsur Instrinsik Novel

a.       Tema
Novel ini bertemakan “Si Anak Badai” dari empat orang anak laki-laki yang tumbuh ditemani suara aliran sungai, riak permukaan muara, dan deru ombak lautan di Kampung Manowa. “Si Anak Badai” yang penuh tekad dan keberanian mempertahankan apa yang menjadi milik mereka. Petualangan hidup mereka penuh kecerian, keseruan, ketakutan, kegagalan, kecemasan, kesakitan namun mereka tidak kenal menyerah mempertahankan kampung Manowa dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
b.      Tokoh
Tokoh
Karakter
Zaenal
Pemberani, penuh semangat, penyabar, tegas, penasaran, peduli, sering khawatir, saling bekerja sama, cerdas, banyak ide, pantang menyerah dan rela berkorban, setia kawan
Fatahillah
Tidak penyabar, tidak patuh, banyak alasan, pemalas, penakut dan gugup tetapi ujung-ujung terpaksa nurut.
Bajak Laut
Pemberani, kasar, sombong, perampok dan kejam
Kru Kapal
Taat dan patuh pada bajak laut.
Ode
Kasar, suka perintah, cerewet, tamak, pembantah, berbicara omong kosong, suka menabung, cermat dalam pemakaian uang, sering memberikan perumpamaan, berprasangka buruk, cemberutan dan saling bekerja sama, setia kawan
Awang
Jago berenang, serius tapi santai, sering ngawur dan omong kosong, penasaran, suka menduga-duga, bertanggung jawab, pedulidan saling bekerja sama, setia kawan
Malim
Cerewet, cepat tanggap, tamak, hobi tidur, percaya diri, bermata uang dan saling bekerja sama, setia kawan dalam suka dan duka
Mamak Zaenal
Baik, sedikit pemarah, bertanggung jawab, pekerja keras, sayang kepada anak.
Bapak Zul
Peduli, sayang anak, pengertian dalam situasi dam kondisi, selalu menghargai perjuangan, memuji dan menyanjung istrinya, bijaksana dan berjiwa besar
Pak Kapten
Diperankan oleh Pak Kapten nama aslinya Sakai bin Manaf, yang pemarah, cerewet, omong kosong, istihomah, garang, dan cinta pada kampung, berintegritas, sebenarnya penyanyang namun bawaannya marah
Thiyah
Sedikit berbohong, rajin, suka membantu, semangat, pekerja keras dan banyak akal
Paman Deham
Seorang pelaut dan nelayan ulung yang baik, rela berkorban demi kampung
Rahma
Pengertian, suka membantu, rela berkorban, baik
Wak Sadik
Kepala kampung Manowa yang baik dan bertanggung jawab
Mutia
Penangis, kepedean, selalu khawatir
Wak Minah
Koordinator dan pelatih rebana, istri Pak Sadik
Bu Rum
Baik, ramah, dan apresiatif terhadap anak didik dan peduli kepada peserta didik,
Pak Alexander
Baik, ramah, peduli kampung, berinovasi, lugas berbicara, tiba-tiba kejam, sombong, keras kepala dan pelaku korupsi
Pak Rota
Bapak dari Halim yang pengertian
Wak Adam
Tangguh, romantis
Bi Syifa
Ramah, baik, suka memberi
Camat tiong
Ramah, sopan, baik, namun bermuka dua dengan tujuan mendapatkan untung dari proyek pembuatan pelabuhan
Utusan Gubernur
Tegas, visoner, tidak sabar, bermuka dua, pelaku korupsi
Adnan  Buyung
Seorang pengacara dari Jakarta yang berusaha membebaskan Pak Kapten dari rekayasa tuduhan
Mustar
Komandan dalam pembuatan pelabuhan yang baik
Rahan
Penurut
Tukang pukul
Kejam, kasar, bengis, buas
Bone
Si tukang pukul yang tertipu
Jeri
Orang yang bertugas di kantor pengadilan
Kak Ros
Baik, suka memberi
Pak Puguh
Penjaga kantor kecamatan dikampung Manonga
Guru Rudi
Guru mengaji yang ramah, baik, peduli kampung,
Bang Kopli
Baik, peduli kampung, penyabar
Wak Tukal
Baik, suka gotong royong, penyabar
Sinbad Rofa’I dan Dan Lombo

Wak Albet

Buk Nopa

Rahan

Pipit

Nenek Kapten

Bi Rota

Kepala Sekolah

Bang Sabri

Pengepul Ikan

Unan

Ramli

Mustar

c.       Alur
Alur yang digunakan adalah alur maju, karena mengisahkan perjalanan kehidupan tokoh saat ini dan sedang berlangsung sekarang.
d.      Latar
·         Latar tempat
Galadak utama kapal, laut, Muara Manowa, pinggir sungai, muara sungai besar, kampung, dermaga, semak belukar, rumah, dapur, jembatan, masjid, kamar, sekolah, kelas, warung, kota, di teras, balai pertemuan, perduaan jalan, pertigaan jalan, belakang rumah, jalan aspal, halaman, kedai kopi, air tawar, di Bale, langit-langit, pasar Terapung, tenda, podium, Rambas, Banowa, Jakarta, bagan, buritan, kabin, Yacht, gedung pengadilan dan jalan raya.
·         Latar waktu
Sore, minggu, 11-12 tahun, lima menit, sepuluh menit, besok, sekarang, sebentar, setengah jam, pagi, kemaren, waktu kecil, jam empat, jam lima, menjelang maghrib, lepas isya, satu jam, dua jam, tiga menit, malam, siang, lima detik, dua menit, tiga jam, satu menit, dua puluh tahun, dua minggu, tiap hari, tiga hari, seperempat jam, lima belas menit, besok lusa, tadi, jam dua malam, zaman Fatahillah, tiga puluh detik, sedetik, jumat, tahun kemaren, dua tahun yang lalu, samudra lepas, delapan jam, enam jam, sembilan malam, pukul enam, pukul satu malam, sebulan, senin depan, lima belas tahun, tiga minggu lalu, delapan malam dan delapan pagi.
·         Latar Suasana
Marah, kaget, gugup, tegang, melamun, jengkel, tertawa, berteriak, rebutan, tertegun, seru, senang, menangis, terdiam, bersorak, terik, keringatan, terperangah, serius, bingung, nyengir, sepi, kesal, heran, mengantuk, berkabut, cemas, ramai, suara berderak, sebal, riuh,  semangat, mengesankan, lapar, lemas, serius, senyap, meraung, malu, kikuk, saling ngeledek, usil, menegangkan, dingin, gelap, suara ombak, desau angin, bising mesin kapal, badai, petir, remang-remang, sedih, murung dan runyam.
e.       Gaya bahasa
Gaya bahasa yang digunakan banyak menggunakan majas, perumpaan dan peribahasa seperti bayangannya sudah membungkus kami halaman 3, memasuki mulut muara halaman 9, suara mesin jahit mengalahkan suara pelan aliran air yang menuju ke laut, bersalin pakaian halaman 20, kriut-kriut bunyi bilah menguji seberapa sembuh kepalaku, air matanya mengalir deras halaman 33, diam seribu bahasa halaman 40, matahari siap tumbang di kaki langit halaman 53, tiang-tiang yang disiram cahaya senter halaman 93, peribahasa berupa air cucuran atap jatuhnya ke pelimpahan juga halaman 109, wajah Fatah lebih cerah dibandingkan matahari yang mulai tinggi halaman 115, bapak tertawa renyah halaman 120, mencium aroma kegagalan halaman 126, suara mesin mamak malah mirip suara mesin es serut, peribahasa berupa sekali layar terkembang pantang surut ke belakang halaman 132, matahari bersinar lembut halaman 139, dermaga kayu sudah bersolek habis-habisan halaman 142, peribahasa seperti pucuk dicinta ulam pun tiba halaman 176, kepala keras daripada batu halaman 193, sambil menyelam minum air halaman 208, peribahasa air susu dibalas air tuba halaman 222, sepotong laut di depan sana halaman 235, lidah ombak menyiram seluruh kapal halaman 244, kapal mewah itu terapung anggun di bibir muara halaman 285, belalai panjangnya terlihat olehku halaman 289, ditimpali tawa renyah halaman 309 dan badai kembali turun membungkus kampong kami halaman 312.
f.       Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan adalah orang pertama pelaku utama, karena menggunakan kata ganti aku.
g.      Amanat
Novel ini memiliki amanat dan pesan moral yang dapat dijadikan hikmah dan pelajaran hidup dalam berkeluarga, persahabatan, bertetangga, bermasyarakat madani seperti semangat juang “Si Anak Badai” tanpa kenal kata lelah, penuh tekad dan keberanian mempertahankan apa yang menjadi miliki mereka, belajar untuk berjuang dan memecahkan masalah yang kita hadapi, manusia mendapat ujian bukan karena dia telah berbuat kesalahan namun ujian itu kadang menguatkan kita, bijaksana dan berjiwa besar dalam mendidik anak, kecerdasan dan kerjasa sama geng “Si Anak Badai” dalam menghadapi persoalan hidup dengan gigih, semangat serta perjuangannya, betapa pentingnya sekolah dalam mencapai cita-cita dan kehidupan yang lebih baik, belajar dari kesalahan dan memaafkan, kejahatan dibalas dengan kebaikan, setia kawan, patuh terhadap orang tua, berat sama dipikul ringan sama dijinjing, belajar bertanggung jawab, bersyukur terhadap rezki yang diberikan Allah, rajin menabung, rezki Allah yang mengatur dan tidak akan tertukar, merangsang berpikir kritis siswa dengan membiarkan berdiskusi, manusia hanya bisa berusaha; berdoa dan bertawakal; hasil Allah yang menentukan,  cinta sampai maut yang memisahkan dan lain-lain.
6. Kesimpulan 


Setelah pembaca memahami novel “Si Anak Badai” ini, secara keseluruhan layak dijadikan bacaan yang bermanfaat bagi semua umur dan kalangan mulai dari anak-anak, remaja, dewasa dan tua, karena keunggulan dari novel ini sangat banyak, terlepas dari segala kekurangan yang dapat dijadikan pelajaran dan perbaikan untuk masa yang akan datang. Salah satu manfaat dari novel ini adalah banyak nilai moral, amanat atau pelajaran yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup dalam berkeluarga, bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semangat persatuan dan keistikhomahan dalam mempertahankan apa yang dimiliki. Novel ini menggambarkan bagaimana masyarakat madani yang sesungguhnya yang diinginkan banyak negara,  masyarakat yang persatuannya kuat, gotong royong, toleransi, menghargai dan menghormati orang lain.  Semangat perjuangan, solidaritas, siasat yang cerdas, tekad, cita-cita dari seorang anak-anak yang dapat dijadikan contoh dan teladan bagi anak-anak nusantara pada hari ini.
Jopang Manganti, 2 Oktober 2019