Penulis : Tere Liye (Darwis)
Penyunting
: Ahmad Rivai
Nama
Penerbit : Republika Penerbit
Kota
Terbit : Jakarta
Bahasa : Indonesia
Tebal : 322 halaman+ i-iv
Ukuran Buku :
13,5 cm x 20,5 cm
ISBN : 978-602-5734-93-9
Tanggal Terbit :
Agustus 2019
Genre : Fiksi (Novel)
Harga : Rp 77. 000,-
Warna
Cover : Coklat keras, coklat lunak, putih, orange
Jenis
Cover : Soft Cover
Novel ini berjudul “Si
Anak Badai” merupakan sebutan geng yang di beri nama oleh seorang tokoh aku
yang bernama Zaenal bersama temannya yang berumur 11-12 tahun dan mereka duduk
di kelas VI SD. Asul asul pemberian nama geng ini di dapatkan ketika tindakan
yang diberikan saat kapal yang membawanya beserta teman dan orang-orang kampung
dilanda badai besar serta mengancam
keselamatan seluruh penumpang kapal yang melaut mencari ikan sebagai mata pencahariannya.
Zaenal bersama tiga orang temannya yang bernama Malim, Ode dan Awang ini
tinggal di sebuah dermaga Kampung Manoa, seluruh rumah warga disini berada
diatas air. Kokoh berdiri dengan tiang-tiang yang tertanam di dasar muara.
Bukan hanya rumah, tapi masjid, sekolah juga diatas air, penghubung antar
rumahnya berupa jembatan dari papan ulin selebar satu setengah meter. Mereka
tumbuh dan berkembang ditemani suara aliran sungai, riak permukaan muara dan
deru ombak lautan.
Tekad mereka sebesar
badai, pantang menyerah dan berani dalam mempertahankan apa yang menjadi hak
milik mereka. Ketika kegagalan melanda, mereka terus bangkit, bangkit dan
mencoba lagi. Selain itu diantara mereka juga tidak terlepas dari suka dan duka
dalam sebuah persahabatan yang terjalin. Tak hanya senang saja yang ditemukan,
tetapi pertengkaran kerap terjadi di antara mereka, saling meledak, saling
peduli menjadikan persahabatan meraka terjalin sangat indah. Selain itu
kecerdasan, solidaritas dan kerjasama tim di Geng Si Anak Badai dalam
menghadapi tekanan dan persoalan hidup mereka. Berikut kisah mereka.
Berawal dari mimpi
tokoh aku bersama adiknya Fattah dengan seorang bajak laut yang kejam dengan
tubuh gepal, tidak terlalu tinggi serta perut membusung dan krunya yang
berusaha mencari kampung Manowa untuk dihancurkan. Kemudian terbangun dari
mimpi setelah dipermainkan sahabatnya
Malim, Ode dan Awang. Mereka memang seperti itu, hari-hari mereka dihabiskan
dengan berpetualang seru dengan menunggu kapal-kapal dari Laut ke Hulu dengan
maksud mengumpulkan koin-koin yang dilemparkan penumpang kapal kepada mereka
dengan sebutan Manowa, Pak Bos, Juragan, Pak Haji dan lain-lain.
Begitulah kegiatan
mereka sembari mengisi hari Minggu dengan menunggu kapal berhenti di Muara
Manowa terutama kapal kesukaannya Lembayung Senja. Biasanya kapal ini paling
banyak melempar koin. Mereka berlomba mengumpulkan koin kemudian menghitung
koin dan menentukan siapa yang paling banyak, bagi mereka yang mendapatkan
paling sedikit akan diejek. Setelah melakukan kegiatan rutin mingguan, Zaenal
membantu mamaknya bersama Fattah mengukur baju Pak Kapten dan mencatatnya di
buku catatan, mereka tampak menolak tawaran tapi mamaknya tetap memaksa,
alhasil mereka cemas dan gugup mengukur baju Pak Kapten dirumahnya yang
terkenal dengan pemarahnya. Setelah itu ternyata mereka juga bertemu Wak Sadik
untuk mengukur bajunya serta baju Wak Minah, namun Wak Minah tidak ada sehingga
terpaksa mengambil contoh baju kebayanya.
Saat di sekolah Zeanal
bersama Awang melihat Mutia menangis di ruang kelas satu karena kehilangan
ballpoint pemberian Wak Buyung, kemudian Awang memberikan bantuan untuk
mengambil kembali ballpoint yang hanyut di muara sungai ketika akan pulang
sekolah. Proses pengambilan ballpoint yang hilang dalam air dilakukan oleh
Awang dan dibantu oleh Zaenal sampai ballpoint berwarna keperakan bertuliskan
Adnan Buyung berhasil ditemukan.
Di rumah Mamak menyuruh
Zaenal dan Fattah kembali mengkur baju Wak Sadik karena ada kesalahan dalam
mengukur baju. Mamak menyuruh Za dan Fattah bertanggung jawab untuk mengukur
kembali ukuran baju Wak Sadik dirumahnya. Dirumahnya hanya ada Wak Minah, Pak
sadik sedang di kecamatan untuk rapat, sehingga terpaksa Zaenal dan adik pergi
ke kecamatan sebagai bentuk tanggung jawabnya, sampai akhirnya mereka
memperoleh ukuran baju Wak Sadik dengan berbagai cara.
Seperti biasa setelah
maghrib Zeanal dan sahabatnya mengaji dengan Guru Rudi tidak jauh dari jembatan
menuju masjid. Setelah mengaji Ode bertanya kepada guru kenapa rezeki setiap
orang berbeda-beda kemudian Guru Rudi berbalik bertanya kenapa Nuh membuat
kapal. Jawaban mereka bervariasi, namun jawaban Guru Rudi hanya Allah yang tahu.
Banyak di dunia ini yang kita tidak tahu jawaban pasti, kita hanya bisa menerka
jawabannya, mungkin Allah menguji kita dengan kekurangan barangkali itu supaya
kita bersyukur terhadap nikmat, jawab Guru Rudi.
Sesampai di sekolahpun
Ode menanyakan kepada Bu Rum perihal tangkapan ikan tiap orang berbeda-beda,
jawaban Bu Rum mungkin alatnya lebih baik, pengalaman dan keterampilan. Kemudian
setelah pulang sekolah Mamak menyuruh Zaenal dan Fattah mengantar pakaian Pak
Kapten dan Wak Minah, setelah memberikan Pakaian Pak Kapten, Rahma memanggil
Zaenal dan Fattah karena ada kesalahan, bungkusan Pak Kapten tertukar dengan
Wak Minah. Hal ini menyebabkan Pak Kapten marah, sesampai dirumah Fattah dan Za
jengkel kepada mamak, ternyata mamak juga bisa keliru.
Pada hari Minggu Bapak
menyuruh Zaenal dan Fattah pagi-pagi ke kantor kecamatan karena kedatangan
tamu, beberapa jam kemudian tamu datang, Zaenal teringat dengan bajak laut
dimimpinya, namanya ternyata Pak Alexander. Kedatangan Pak Alex ternyata akan
berencana membangun pelabuhan di Kampung Manowa, namun berakhir ricuh dari
penolakan warga kampung terutama Pak Kapten.
Seperti biasa setiap
subuh, warga kampung Manowa shalat subuh berjamaah, kemudian terdengar dentuman
keras, ternyata itu jembatan penghubung masjid yang roboh, maka warga
berinisiatif membangin jembatan darurat dari bambu dan beberapa potong kayu.
Berkat gotong royong warga kampung, akhirnya jembatan darurat selesai sebelum
maghrib.
Minggu hari ini Zaenal
dan teman-teman kembali ke bale memperebutkan koin yang dilempar penumpang yang
berhenti di muara. Kali ini mereka berlomba-lomba siapa yang sampai ke
permukaan. Ketika mereka melihat kapal melintas, langsung bersiap-siap
mengambil posisi. Perlombaan kali ini dimenangkan oleh Malim, pemenang kedua
itu Ode dan pemenang ketiga Zaenal, dan nomor empat tidak dianggap.
Hari selanjutnya Zaenal
dan Fattah disuruh Mamak mengukur baju-baju ibu grup rebana sebanyak enam belas
orang yang dipimpin oleh Wak Minah. Ini merupakan pekerjaan yang berat bagi
mereka, tidak lupa Mamak mengingatkan agar ukurannya tidak salah. Di kampung
Muara akan kedatangan tamu, maka sudah tradisi ibu-ibu kampung dalam memakai
rebana, riuh kampung tidak henti-hentinya dalam latihan rebana demi acara
tersebut.
Mamak mulai menjahit
pakaian ibu-ibu rebana dalam kurung waktu dua minggu, itu bukan hal perkara
yang mudah. Mamak mengerjakan itu semua dari pagi sampai larut malam seperti
itu setiap hari, ditambah lagi pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga. Saking
sibuknya Mamak lupa makan, masak seadanya sehingga anak-anaknya protes, namun
bapak selalu pengertian dan berjiwa besar terhadap keluarganya. Bapak
mengatakan makanan ini akan lezat kalau kita bayangkan perjuangan Mamak yang
sibuk dengan menjahit ditambah lagi tugas rumah yang harus ia dikerjakan.
Mendengar pernyataan Bapak, Mamak meminta maaf kalau selama menjahit pakaian
rebana kurang perhatian terhadap keluarga, Mamak berjanji kalau pakaian ini
selesai dia akan mengajak Zaenal dan adik-adik ke Pasar Terapung dan makan
sepuasnya. Pernyataan Mamak ini membuat mereka terharu dan mata berkaca-kaca,
ternyata Mamak sangat sayang keluarganya.
Sekarang tibalah
saatnya Camat Tiong membujuk Pak Kapten untuk mengizinkan pembangunan pelabuhan
sebelum acara dengan Utusan Gubernur dimulai. Alhasil keputusan Pak Kapten pada
pendiriannya tetap bersikukuh untuk tidak mengizinkan. Malahan Pak Kapten
bercerita tentang batu karang dan kisah cuci piring yang mana inti kisahnya Pak
Kapten meminta untuk mendengarkannya agar membatalkan pembuatan pelabuhan. Ketika
acara penyambutan Utusan Gubernur dimulai, Utusan Gubernur mengabaikan
penyambautan tersebut dan memilih melihat kondisi kampung Manowa seperti
sekolah, masjid, wc, jembatan dan rumah
warga, semuanya itu tidak layak seperti halnya kandang kambing, setelah
dilakukan penyelidikan oleh Utusan Gubernur dan pengawalnya. Keputusannya dari
Utusan Gubernur warga kampung, rumah, masjid, sekolah akan dipindahkan ke
tempat yang lebih layak, namun warga Kampung Manowa menolak dipindahkan sampai
terjadi keributan dan ketegangan sehingga membuat Utusan Gubernur dan pengawal
pergi dengan kapal Yachtnya.
Hari selanjutnya Zaenal
dan teman-teman memutuskan untuk pergi memancing di sungai pada Malam hari,
kebetulan besok itu libur. Setela sampai disuatu tempat memancing, mereka mulai
memancing dan berlomba mendapatkan ikan terbanyak. Ternyata Malim memang handal
dalam memancing terbukti dengan banyaknya tangkapan ikan. Hari sudah larut
malam, mereka memutuskan untuk tidur di tepi sungai, keesokan harinya mereka
kesiang dan setelah bagun mereka melihat tidak melihat Malim, ternyata Malim
sudah duluan pulang sehingga mereka jengkel.
Hasil tangkapan ikan
dijual di Pasar Terapung, mereka melihat Malim sudah berjualan ikan disana.
Ditambah lagi Mamak dan Thiyah kebetulan juga di pasar. Mamak memutuskan untuk
menyuruh Zaenal membeli ubi jalar 5 kg. Saat mencari penjual ubi jalar,
terdengar suara pencuri yang mengambil tas Kak Ros, bergegas Zaenal dan warga
Pasar Terapung mengejar pelaku, setelah tertangkap ternyata pelaku bukan pencuri
karena Tas Kak Ros tidak dicuri namun ketinggalan di perahu seorang penjual
sayur.
Masalah kembali muncul
dengan berhentinya Malim bersekolah karena berniat mencari uang. Dia mengatakan
sekolah itu tidak ada gunanya, seperti warga kampungnya tidak ada yang sukses
karena sekolah. Hari demi hari Malim tetap tidak masuk sekolah, Zaenal dan
teman-teman sudah berusaha berkali-kali membujuknya untuk sekolah sebagai
pertanda bahwa mereka peduli dan setia kawan, namun hasilnya nihil, Malim tetap
tidak mau sekolah kembali. Pernah suatu ketika ketika Malim berenang untuk
mendapatkan koin pada penumpang kapal, Malim tenggelam karena kelelahan setiap
hari mencari uang, sahabatnya berusaha menolongnya dan menyelamatkannya, hingga
peristiwa ini membuat Malim tersadar betapa pentingnya sekolah itu.
Setelah beberapa hari,
ternyata penolakan pembuatan pelabuhan di Kampung Manowa tetap berlanjut,
apalagi pejabat ibukota provinsi sudah memutuskan pembangunan pelabuhan tidak
lama lagi akan dilaksanakan. Maka hal ini yang membuat Pak Kapten memutuskan
untuk mengumpulkan warga menonton dengan layar tancap, supaya warga menolak
segala bentuk pembangunan pelabuhan setelah menonton film ini. Warga menonton
film yang ditayangkan penuh suram dan senyam dengan usapan air mata.
Kabar pemutaran film
layar tancap berbuntut panjang, kabarnya sampai ke ibukota provinsi. Film itu
dianggap memprovokasi penduduk kampung. Maka mereka berusaha mencari cara untuk
menyingkirkan Wak Sadik dengan tuduhan terlibat dalam meledaknya kapal Maju
Sejahtera. Seminggu berselang masalah Pak Kapten menjadi jelas, bahwa Pak
Kapten mendalangi pembakaran kapal karena memiliki utang-piutang dengan pemilik
kapal. Pernyataan ini dibenarkan oleh pemilik kapal dan saksi yang sudah mereka
bayar.
Hari berikutnya
kehidupan tetap berlanjut meskipun sedang sedih, Paman Deham mengajak Zaenal
dan teman-teman memancing cakalang. Mereka setuju ikut dan pergi setelah isya.
Perjalanan menuju lokasi membutuhkan waktu tidak kurang dari delapan jam.
Keesokan harinya mereka mulai memancing dan mendapatkan cakalang yang banyak.
Kemudian cuaca cepat sekali berubah, semua kesenangan memancing cekalang lenyap
seketika, kemudian cuaca buruk terjadi, Pak Deham dan kru kapal berusaha mengendalikan
kapal. Zaenal dan teman-teman disuruh masuk ke kabin kapal. Badai semakin kuat,
membuat tubuh Malim tanpa kendali meluncur ke sisi kiri. Mereka berusaha
berpegang namun badai dan petir menyambar kuat, hal ini membuat tubuh Ode
meluncur keluar tak tertahankan. Sedetik
kemudian Zaenal dan Ode terpelanting keluar, meskipun Zaenal dan Ode sempat
berpegangan namun terlepas lantaran kapal miring. Zaenal berusaha menyelamatkan
Ode sampai akhirnya mereka bisa selamat setelah berdebam ditumpukan ikan serta
mereka jatuh pingsan. Sejak hari itu dengan perjuangan mereka, sehingga menamai
gengnya “Si Anak Badai” yang tangguh.
Seminggu kemudian Pak
Alex si bajak laut kembali sebagai pertanda pembangunan pelabuhan dimulai.
Selang beberapa hari pembangunan dimulai yang dipimpin oleh Pak Mustar dan pekerjanya, mereka sudah mulai membawa
buldoser dan ekskavator, namun aktivitas warga kampung masih seperti biasa.
Tonggak-tonggak mulai ditancapkan dan buldoser pertama diturunkan, tiba-tiba
tanahnya turun membuat buldosernya terjun ke sungai. Pak Mustar menganalisis
kajian struktur tanahnya, ternyata memang ada yang tidak beres.
Setelah dilakukan
penyelidikan, hasil kajian struktur tanahnya palsu dan Pak Mustar bungkam
mengingat ratusan pekerja yang butuh pekerjaan serta banyak menutupi banyak
fakta dokumen kajian aslinya. Kabar baiknya dokumen yang asli secepatnya akan
dimiliki oleh Pak Mustar. Zaenal dan sahabatnya berencana mencuri dokumen yang
aslinya tetapi mereka ketahuan mencuri, mereka memutuskan untuk kabur. Setelah
sekian lama proyek berlangsung, terdengar kabar bahwa sekolah mereka akan
segera dirobohkan. Isu itu memang terjadi, mereka pasrah tidak bisa melawan karena
ada tukang pukul Pak Alex, tak lama kemudian sekolah mereka rata dengan tanah.
Kabar Pak Kapten
divonis sudah tiba setelah Wak Buyung sudah kehabisan cara membebaskannya, Pak
Kapten tidak memiliki bukti. Mendengar kabar ini Zaenal dan sahabat mengatur
siasat cerdas seperti halnya api dibalas dengan air bukan api dengan api
tujuannya untuk mengambil bukti dokumen asli tersebut. Mereka berpura-pura
memancing untuk menggelabui Tukang Pukul, sehingga pada suatu Malam mereka
berhasil menyelinap ke kapal untuk mendengarkan percakapan antara Pak Alex,
Camat Tiong, Pak Mustar serta Utusan gubernur. Tidak lupa Zaenal yang cerdas
membawa kamera yang dipinjam ke Mutia kemudian merekam percakapan mereka
sebagai barang bukti. Bukti rekaman kemudian mereka bawa untuk menyelamatkan
Pak Kapten dan Kampung Manowa dari proyek pembangunan pelabuhan. Akhirnya Pak
Kapten bebas, serta oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab seperti Pak Alex,
Utusan Gubernur menjadi tersangka korupsi dalam kasus pembangunan pelabuhan.
Berkat kerja keras, kerjasama, solidaritas, cerdas mengatur siasat, perjuangan
dan kesabaran Zaenal dan sahabatnya, Kampung Manowa menjadi terselamatkan.
Tere Liye merupakan
nama penulis novel Indonesia. Tere Liye lahir di Lahat, 21 Mei 1979 dengan nama
aslinya Darwis. Ia merupakan anak dari seorang petani biasa yang tumbuh dewasa
di pedalaman Sumatera. Tere Liye merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara.
Kehidupan masa kecilnya penuh dengan kesederhanaan yang membuatnya tetap
sederhana hingga kini. Sosok Tere Liye terlihat tidak banyak gaya dan tetap
rendah hati dalam menjalani kehidupannya.
Tere liye menempuh
pendidikan dasar di SD Negeri 2 Kikim Timur, Sumatera Selatan. Kemudian ia
melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 2 Kikim, Sumatera Selatan. Setelah itu
pendidikan menengah atasnya di SMAN 9 Bandar Lampung. Setelah lulus SMA, ia
melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Indonesia di Fakultas Ekonomi.
Tere Liye menikah
dengan Riski Amelia dan dari pernikahannya tersebut mereka dikaruniai dua orang
anak yaitu Abdullah Pasai dan Faizah Azkia. Penulis yang satu ini memang
berbeda dari kebanyakan penulis yang sudah ada. Biasanya setiap penulis akan
memasang foto, nomor kontak yang bisa dihubungi atau riwayat hidup singkat di
bagian belakang setiap karyanya. Meskipun setiap karya yang dihasilkan laku di
pasaran dan menjadi best seller, namun Tere Liye seperti menghindari dan
menutupi kehidupannya. Kalau penulis lain biasanya banyak menerima panggilan
acara baik itu berupa seminar tentang tips-tips menulis, bedah buku, workshop,
atau kegiatan lainnya terkait dunia tulis menulis, tapi tidak dengan Tere Liye.
Saat ini ia diketahui
bekerja sebagai karyawan kantoran dan berprofesi sebagai akuntan. Dengan
tampilan khas yang sering menggunakan kupluk dan baju kasual. Nama Tere Liye
berasal dari bahasa India yang berarti untukmu. Tere liye memang sangat piawai
dalam menciptakan kalimat atau kata-kata romantis, penuh cinta, dan juga
menyentuh hati. Bahkan tak jarang kata-kata yang diciptakannya tersebut
dijadikan daily quotes oleh banyak
orang, khususnya oleh para penggemar buku-bukunya.
Beberapa novel dan karya yang telah
ia tulis ceritanya memang sangat menyentuh hati, karya atau judul novel yang
telah ia tulis diantaranya adalah sebagai berikut:
Tahun
|
Judul Karya
|
2005
|
Hafalan
Shalat Delisa
|
Moga
Bunda Disayang Allah
|
|
Mimpi
Si Patah Hati
|
|
2006
|
The
Gagon Series
|
Cintaku
antara Jakarta dan Kuala Lumpur
|
|
2007
|
Kisah
Sang Penandai
|
2008
|
Sunset
Bersama Rosie
|
Bidadari-bidadari
Surga
|
|
2009
|
Burlian
|
Rembulan
Tenggelam di Wajahmu
|
|
2010
|
Pukat
|
Daun
yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
|
|
2011
|
Eliana
|
2012
|
Negeri
Para Bedebah
|
Aku,
Kau dan Sepucuk Angpau Merah
|
|
2013
|
Amelia
|
Negeri
di Ujung Tanduk
|
|
2014
|
Bumi
|
Rindu
|
|
2015
|
Bulan
|
Pulang
|
|
2016
|
Matahari
|
Hujan
|
|
#AboutLove
|
|
Tentang
Kamu
|
|
2017
|
Bintang
|
#AboutFriend
|
|
2018
|
Komet
|
Ceros
dan Batozar
|
|
Pergi
|
|
Si
Anak Kuat
|
|
Si
Anak Pemberani
|
|
Si
Anak Pintar
|
|
Si
Anak Spesial
|
|
Dia
Adalah Kakakku
|
|
2019
|
Si
Anak Badai
|
- Prolog pada awal novel tidak ada,
seharusnya ada prolognya di awal cerita.
- Bagian ucapan terima kasih tidak ada,
sebaiknya ada di awal novel sebagai bentuk terimakasih kepada pihak yang
terlibat dalam pembuatan dan penyusunan novel
- Bagian kata pengantar juga tidak ada,
sebaiknya ada sebagai bentuk rasa syukur serta ucapan untuk memberikan kesempatan
kepada pembaca menganalisis kelebihan dan kekuranga yang dapat dijadikan
pedoman untuk membuat novel kedepannya.
- Bagian profil penulis juga tidak ada, sebaiknya ada supaya pembaca mengetahui biografi dan karya-karya apa saja yang telah dihasilkan penulis yang dapat dijadikan pelajaran bagi pembaca. Bagaimanapun syarat dalam buku fiksi maupun non fiksi harus mencantumkan biografi penulis.
- Di dalam novel ini, penulis seharusnya lebih mengeksekusi secara mendalam mengenai latar tempat pada novel yaitu di suatu pemukiman penduduk di dermaga pantai, kemudian penulis juga menggambarkan dimana daerah tersebut sebenarnya di dunia nyata dilihat dari segi budaya, sosial, ekonomi, ditambah lagi novel ini memiliki ciri khas dan kental bahasa daerah sehingga sulit dipahami oleh pembaca.
- Bagian istilah-istilah seperti poya-poya
sebaiknya ditulis di catatan kaki.
- Banyak tokoh-tokoh cerita yang hanya sekedar menyisipkan nama,
tidak ada peran apapun dalam cerita, sebaiknya tokoh-tokoh tersebut tidak perlu
disebutkan.
- Banyak bahasa yang tidak baku pada
cerita seperti manggut-manggut halaman 50, lengang halaman 66 seharusnya sepi,
bersungut-sungut halaman 71, terbirit-birit halaman 75, cekikikan halaman 77,
menyeringangi halaman 78, menyangsingkan halaman 79, mendengus halaman 81,
dipan; ditanak; telonjak; cengengesan halaman 89, gerutuan halaman 90,
terhuyung halaman 91, uring-uringan halaman 96, mengkeret halaman 97, manggut-manggut
halaman 98, kepalang halaman 101, jemawa halaman 106, ngotot halaman 113,
masygul halaman 119, lamat-lamat halaman 123, menyikut halaman 129, nan
mendebarkan halaman 137, berkelakar halaman 181, menjawilku halaman 225,
semburat halaman 233, berderap-deraplah suara langkah halaman 280 dan aku
tercenung halaman 294. Seharusnya dalam kalimat tidak langsung harus menggunakan bahasa baku dan kalimat langsung baru bisa menggunakan bahasa tidak baku.
- Di dalam novel ini menjelaskan penumpang
kapal melempar koin, pembaca tidak mengetahui tujuan pelemparan koin tersebut.
- Di bagian cerita novel, nama mamak ini
masih rancu apakah untuk panggilan Ibu atau saudara laki-laki orang tua,
biasanya panggilan mamak biasanya saudara panggilan saudara laki-laki orang
tua, ternyata di cerita ini mamak adalah panggilan untuk perempuan dengan nama
Fatma.
- Bagian yang kurang logis pada novel adalah pada awalnya berada di warung Kak Ros,
tiba-tiba sudah sampai dirumah Mamak pada halaman 110 “aku tertawa, menarik
tangan Ode, kembali menuju warung Kak Ros. Itu baru di sekolah, lain lagi
pengaruh grup rebana di rumah. Duduklah kalian mamak menyuruh”.
- Di dalam novel kurang logis, sungai bisa
dalamnya belasan meter, apakah itu sungai, danau atau laut?
- Di awal pertemuan ke Kampung Muara
Manowa halaman 83 Pak Alex terkenal baik, tiba-tiba pada halaman 251 tiba-tiba
Pak Alex sangat kejam, kenapa hal itu terjadi tidak ada penjelasannya sikapnya
langsung berubah.
- Eksekusi klimaks dari masalah masih
kurang tajam sehingga pembaca ragu, apakah klimaksnya saat Pak Kapten terlibat
masalah pembakaran kapal karena motif terlilit hutang, atau saat hujan badai di
samudra luas, atau saat sekolah Kampung Muara Manowa dirobohkan atau saat perjuangan dalam mencari bukti
bahwa Pak Kapten dan bukti dokumen asli kajian struktur tanah Kampung Muara
Manowa.
- Kesalahan dalam penulisan no bab 25 halaman
303, seharusnya no bab 26 bukti tak terbantahkan.
b. Kelebihan
Novel
- Tampilan cover secara keseluruhan dan
layout isi novel memiliki tampilan yang bagus, menarik dan senang untuk dibaca,
pembaca suka dengan nuansa coklat, apalagi penerbit juga melakukan vote
pemilihan cover pada akun instagramnya, tentu pilihan ini yang paling
representatif dan terbaik.
- Novel ini menggunakan bahasa yang mudah
dipahami, meskipun ada penggunaan bahasadaerah yang tidak dipahami, namun
pembaca bisa merespon apa yang dimaksud cerita karena dikemas begitu apik
sehingga pembaca memahami alur cerita yang dipaparkan.
- Alur yang digunakan dalam novel ini
adalah alur maju, sehingga pembaca begitu menikmati jalan cerita seperti air
mengalir.
- Novel ini membius pembaca seolah-olah
berada dalam alur cerita itu sendiri karena begitu nyata dalam kehidupan
pembaca.
- Novel ini cocok di baca oleh semua
kalangan atau umur terutama anak-anak karena
novel ini serial anak-anak serta memiliki banyak pesan moral atau amanat
yang sangat pantas dijadikan pelajaran bagi seorang anak dalam hidup dan masa
depan.
- Novel ini benar-benar mengingatkan
pembaca akan kehidupan masa anak-anak yang penuh dengan kesederhanaan tanpa
pengaruh teknologi yang semakin canggih seperti sekarang.
- Novel ini benar-benar menggoyang emosi
pembaca antara senang, sedih, kager, jengkel, kecewa semuanya bercampur jadi
satu.
- Pembaca benar-benar penasaran tujuan
Zaenal membawa bungkusan plastik, ternyata iu siasat Zeanal untuk merekam
percakapan Pak Alek, Camat Tiong dan Utusan Gubernur dengan menggunakan tape recorder Mutia sebagai barang bukti
membebaskan Pak Kapten serta Membatalkan pembangunan pelabuhan.
- Keunggulan lebih dari novel ini memiliki amanat dan pesan moral yang dapat dijadikan hikmah dan pelajaran hidup dalam berkeluarga, persahabatan, bertetangga, bermasyarakat seperti semangat juang “Si Anak Badai” tanpa kenal kata lelah, penuh tekad dan keberanian mempertahankan apa yang menjadi miliki mereka, belajar untuk berjuang dan memecahkan masalah yang kita hadapi, manusia mendapat ujian bukan karena dia telah berbuat kesalahan namun ujian itu kadang menguatkan kita, bijaksana dan berjiwa besar dalam mendidik anak, kecerdasan dan kerjasa sama geng “Si Anak Badai” dalam menghadapi persoalan hidup dengan gigih dan semangat perjuangannya, betapa pentingnya sekolah dalam mencapai cita-cita dan kehidupan yang lebih baik, belajar dari kesalahan dan memaafkan, kejahatan dibalas dengan kebaikan, setia kawan, patuh terhadap orang tua, belajar bertanggung jawab, bersyukur terhadap rezki yang diberikan Allah, rajin menabung, rezki Allah yang mengatur dan tidak akan tertukar, merangsang berpikir kritis siswa dengan membiarkan berdiskusi, manusia hanya bisa berusaha; berdoa dan bertawakal; hasil Allah yang menentukan, cinta sampai maut yang memisahkan dan lain-lain.
a. Tema
Novel ini bertemakan “Si Anak Badai”
dari empat orang anak laki-laki yang tumbuh ditemani suara aliran sungai, riak
permukaan muara, dan deru ombak lautan di Kampung Manowa. “Si Anak Badai” yang
penuh tekad dan keberanian mempertahankan apa yang menjadi milik mereka. Petualangan
hidup mereka penuh kecerian, keseruan, ketakutan, kegagalan, kecemasan,
kesakitan namun mereka tidak kenal menyerah mempertahankan kampung Manowa dari
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
b. Tokoh
Tokoh
|
Karakter
|
Zaenal
|
Pemberani,
penuh semangat, penyabar, tegas, penasaran, peduli, sering khawatir, saling
bekerja sama, cerdas, banyak ide, pantang menyerah dan rela berkorban, setia
kawan
|
Fatahillah
|
Tidak
penyabar, tidak patuh, banyak alasan, pemalas, penakut dan gugup tetapi
ujung-ujung terpaksa nurut.
|
Bajak
Laut
|
Pemberani,
kasar, sombong, perampok dan kejam
|
Kru
Kapal
|
Taat dan patuh pada
bajak laut.
|
Ode
|
Kasar,
suka perintah, cerewet, tamak, pembantah, berbicara omong kosong, suka
menabung, cermat dalam pemakaian uang, sering memberikan perumpamaan,
berprasangka buruk, cemberutan dan saling bekerja sama, setia kawan
|
Awang
|
Jago
berenang, serius tapi santai, sering ngawur dan omong kosong, penasaran, suka
menduga-duga, bertanggung jawab, pedulidan saling bekerja sama, setia kawan
|
Malim
|
Cerewet,
cepat tanggap, tamak, hobi tidur, percaya diri, bermata uang dan saling
bekerja sama, setia kawan dalam suka dan duka
|
Mamak
Zaenal
|
Baik,
sedikit pemarah, bertanggung jawab, pekerja keras, sayang kepada anak.
|
Bapak
Zul
|
Peduli,
sayang anak, pengertian dalam situasi dam kondisi, selalu menghargai
perjuangan, memuji dan menyanjung istrinya, bijaksana dan berjiwa besar
|
Pak
Kapten
|
Diperankan
oleh Pak Kapten nama aslinya Sakai bin Manaf, yang pemarah, cerewet, omong
kosong, istihomah, garang, dan cinta pada kampung, berintegritas, sebenarnya
penyanyang namun bawaannya marah
|
Thiyah
|
Sedikit
berbohong, rajin, suka membantu, semangat, pekerja keras dan banyak akal
|
Paman
Deham
|
Seorang
pelaut dan nelayan ulung yang baik, rela berkorban demi kampung
|
Rahma
|
Pengertian,
suka membantu, rela berkorban, baik
|
Wak
Sadik
|
Kepala
kampung Manowa yang baik dan bertanggung jawab
|
Mutia
|
Penangis,
kepedean, selalu khawatir
|
Wak
Minah
|
Koordinator dan
pelatih rebana, istri Pak Sadik
|
Bu
Rum
|
Baik,
ramah, dan apresiatif terhadap anak didik dan peduli kepada peserta didik,
|
Pak
Alexander
|
Baik,
ramah, peduli kampung, berinovasi, lugas berbicara, tiba-tiba kejam, sombong,
keras kepala dan pelaku korupsi
|
Pak
Rota
|
Bapak
dari Halim yang pengertian
|
Wak
Adam
|
Tangguh,
romantis
|
Bi
Syifa
|
Ramah,
baik, suka memberi
|
Camat
tiong
|
Ramah,
sopan, baik, namun bermuka dua dengan tujuan mendapatkan untung dari proyek
pembuatan pelabuhan
|
Utusan
Gubernur
|
Tegas,
visoner, tidak sabar, bermuka dua, pelaku korupsi
|
Adnan Buyung
|
Seorang
pengacara dari Jakarta yang berusaha membebaskan Pak Kapten dari rekayasa
tuduhan
|
Mustar
|
Komandan
dalam pembuatan pelabuhan yang baik
|
Rahan
|
Penurut
|
Tukang
pukul
|
Kejam,
kasar, bengis, buas
|
Bone
|
Si
tukang pukul yang tertipu
|
Jeri
|
Orang yang bertugas
di kantor pengadilan
|
Kak
Ros
|
Baik, suka memberi
|
Pak
Puguh
|
Penjaga kantor
kecamatan dikampung Manonga
|
Guru
Rudi
|
Guru mengaji yang
ramah, baik, peduli kampung,
|
Bang
Kopli
|
Baik, peduli kampung,
penyabar
|
Wak
Tukal
|
Baik, suka gotong
royong, penyabar
|
Sinbad
Rofa’I dan Dan Lombo
|
|
Wak
Albet
|
|
Buk
Nopa
|
|
Rahan
|
|
Pipit
|
|
Nenek
Kapten
|
|
Bi
Rota
|
|
Kepala
Sekolah
|
|
Bang
Sabri
|
|
Pengepul
Ikan
|
|
Unan
|
|
Ramli
|
|
Mustar
|
c. Alur
Alur yang digunakan adalah alur maju, karena
mengisahkan perjalanan kehidupan tokoh saat ini dan sedang berlangsung
sekarang.
d. Latar
·
Latar tempat
Galadak utama kapal, laut, Muara Manowa,
pinggir sungai, muara sungai besar, kampung, dermaga, semak belukar, rumah,
dapur, jembatan, masjid, kamar, sekolah, kelas, warung, kota, di teras, balai
pertemuan, perduaan jalan, pertigaan jalan, belakang rumah, jalan aspal,
halaman, kedai kopi, air tawar, di Bale, langit-langit, pasar Terapung, tenda, podium,
Rambas, Banowa, Jakarta, bagan, buritan, kabin, Yacht, gedung pengadilan dan jalan
raya.
·
Latar waktu
Sore, minggu, 11-12 tahun, lima menit,
sepuluh menit, besok, sekarang, sebentar, setengah jam, pagi, kemaren, waktu
kecil, jam empat, jam lima, menjelang maghrib, lepas isya, satu jam, dua jam,
tiga menit, malam, siang, lima detik, dua menit, tiga jam, satu menit, dua
puluh tahun, dua minggu, tiap hari, tiga hari, seperempat jam, lima belas
menit, besok lusa, tadi, jam dua malam, zaman Fatahillah, tiga puluh detik, sedetik,
jumat, tahun kemaren, dua tahun yang lalu, samudra lepas, delapan jam, enam
jam, sembilan malam, pukul enam, pukul satu malam, sebulan, senin depan, lima
belas tahun, tiga minggu lalu, delapan malam dan delapan pagi.
·
Latar Suasana
Marah, kaget, gugup, tegang, melamun,
jengkel, tertawa, berteriak, rebutan, tertegun, seru, senang, menangis,
terdiam, bersorak, terik, keringatan, terperangah, serius, bingung, nyengir, sepi,
kesal, heran, mengantuk, berkabut, cemas, ramai, suara berderak, sebal, riuh, semangat, mengesankan, lapar, lemas, serius,
senyap, meraung, malu, kikuk, saling ngeledek, usil, menegangkan, dingin, gelap,
suara ombak, desau angin, bising mesin kapal, badai, petir, remang-remang, sedih,
murung dan runyam.
e. Gaya
bahasa
Gaya bahasa yang digunakan banyak
menggunakan majas, perumpaan dan peribahasa seperti bayangannya sudah
membungkus kami halaman 3, memasuki mulut muara halaman 9, suara mesin jahit
mengalahkan suara pelan aliran air yang menuju ke laut, bersalin pakaian
halaman 20, kriut-kriut bunyi bilah menguji seberapa sembuh kepalaku, air
matanya mengalir deras halaman 33, diam seribu bahasa halaman 40, matahari siap
tumbang di kaki langit halaman 53, tiang-tiang yang disiram cahaya senter
halaman 93, peribahasa berupa air cucuran atap jatuhnya ke pelimpahan juga
halaman 109, wajah Fatah lebih cerah dibandingkan matahari yang mulai tinggi
halaman 115, bapak tertawa renyah halaman 120, mencium aroma kegagalan halaman
126, suara mesin mamak malah mirip suara mesin es serut, peribahasa berupa
sekali layar terkembang pantang surut ke belakang halaman 132, matahari
bersinar lembut halaman 139, dermaga kayu sudah bersolek habis-habisan halaman
142, peribahasa seperti pucuk dicinta ulam pun tiba halaman 176, kepala keras
daripada batu halaman 193, sambil menyelam minum air halaman 208, peribahasa
air susu dibalas air tuba halaman 222, sepotong laut di depan sana halaman 235,
lidah ombak menyiram seluruh kapal halaman 244, kapal mewah itu terapung anggun
di bibir muara halaman 285, belalai panjangnya terlihat olehku halaman 289, ditimpali
tawa renyah halaman 309 dan badai kembali turun membungkus kampong kami halaman
312.
f. Sudut
Pandang
Sudut pandang yang digunakan adalah
orang pertama pelaku utama, karena menggunakan kata ganti aku.
g. Amanat
Novel ini memiliki amanat dan pesan
moral yang dapat dijadikan hikmah dan pelajaran hidup dalam berkeluarga,
persahabatan, bertetangga, bermasyarakat madani seperti semangat juang “Si Anak
Badai” tanpa kenal kata lelah, penuh tekad dan keberanian mempertahankan apa
yang menjadi miliki mereka, belajar untuk berjuang dan memecahkan masalah yang
kita hadapi, manusia mendapat ujian bukan karena dia telah berbuat kesalahan
namun ujian itu kadang menguatkan kita, bijaksana dan berjiwa besar dalam
mendidik anak, kecerdasan dan kerjasa sama geng “Si Anak Badai” dalam
menghadapi persoalan hidup dengan gigih, semangat serta perjuangannya, betapa
pentingnya sekolah dalam mencapai cita-cita dan kehidupan yang lebih baik,
belajar dari kesalahan dan memaafkan, kejahatan dibalas dengan kebaikan, setia
kawan, patuh terhadap orang tua, berat sama dipikul ringan sama dijinjing,
belajar bertanggung jawab, bersyukur terhadap rezki yang diberikan Allah, rajin
menabung, rezki Allah yang mengatur dan tidak akan tertukar, merangsang
berpikir kritis siswa dengan membiarkan berdiskusi, manusia hanya bisa
berusaha; berdoa dan bertawakal; hasil Allah yang menentukan, cinta sampai maut yang memisahkan dan
lain-lain.
Setelah pembaca memahami novel “Si
Anak Badai” ini, secara keseluruhan layak dijadikan bacaan yang bermanfaat bagi
semua umur dan kalangan mulai dari anak-anak, remaja, dewasa dan tua, karena
keunggulan dari novel ini sangat banyak, terlepas dari segala kekurangan yang
dapat dijadikan pelajaran dan perbaikan untuk masa yang akan datang. Salah satu
manfaat dari novel ini adalah banyak nilai moral, amanat atau pelajaran yang
dapat dijadikan sebagai pedoman hidup dalam berkeluarga, bertetangga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semangat persatuan dan keistikhomahan
dalam mempertahankan apa yang dimiliki. Novel ini menggambarkan bagaimana
masyarakat madani yang sesungguhnya yang diinginkan banyak negara, masyarakat yang persatuannya kuat, gotong
royong, toleransi, menghargai dan menghormati orang lain. Semangat perjuangan, solidaritas, siasat yang
cerdas, tekad, cita-cita dari seorang anak-anak yang dapat dijadikan contoh dan
teladan bagi anak-anak nusantara pada hari ini.
Jopang
Manganti, 2 Oktober 2019